TB Anak

ICPC-2 : A70 Tuberkulosis ICD-10 : A15 Respiratory tuberkulosis, bacteriologically and histologically confirmed Kompetensi : 4A


Masalah Kesehatan

Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. WHO memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat malaria dan AIDS. Pada wanita, kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas. Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% hingga 14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi didapatkan 16,5%.

Subjective

Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks. Gejala sistemik/umum TB pada anak:

  1. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).

  2. Masalah BB:

    • BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, ATAU

    • BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik, ATAU

    • BB tidak naik dengan adekuat.

  3. Demam lama ( \geq 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain lain). Demam umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat malam.

  4. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

  5. Batuk lama atau persisten \geq 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan.

  6. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak.

Objective

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada anak tidak spesifik tergantung seberapa berat manifestasi respirasi dan sistemiknya.

Pemeriksaan penunjang

  1. Uji Tuberkulin Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 mL PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikkan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter trasnversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, maka hasilnya dilaporkan sebagai 0mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi \geq 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya.

  2. Foto Toraks Gambaran foto toraks pada TB anak tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut:

    • Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakel dengan/tanpa infiltrat

    • Konsolidasi segmental/lobar

    • Milier

    • Kalsifikasi dengan infiltrat

    • Atelektasis

    • Kavitas

    • Efusi pleura

    • Tuberkuloma

  3. Mikrobiologis Pemeriksaan ini sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M. tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1-3 minggu), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan dan secara teknologi lebih rumit.

Assessment

Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu:

  1. Investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular.

  2. Anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan tanda klinis yang mengarah ke TB (Gejala klinis TB pada anak tidak khas).

Sistem skoring (scoring system) diagnosis TB membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis.

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita.

Catatan:

  1. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.

  2. Demam ( \geq 2 minggu) dan batuk ( \geq 3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas.

  3. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

  4. Semua bayi dengan reaksi cepat ( <2 minggu) saat imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.

Tabel 2.1 Sistem Skoring TB Anak

Plan

Figur 2.1 Alur Tata Laksana
BB2 Bulan tiap hari4 Bulan tiap hari

3 KDT Anak

2 KDT Anak

RHZ (75/50/150)

RH (75/50)

5-9

1 Tablet

1 Tablet

10-14

2 Tablet

2 Tablet

15-29

3 Tablet

3 Tablet

20-32

4 Tablet

4 Tablet

Tabel 2.2 OAT KDT pada anak (rekomendasi IDAI)

Keterangan:

  1. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah sakit.

  2. Anak dengan BB \geq 33 kg harus dirujuk ke rumah sakit.

  3. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah.

  4. OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau dilarutkan dalam air mineral.

Sumber penularan dan case finding TB anak

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal).

Evaluasi hasil pengobatan

Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakna, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-lain. Apabila respons pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, OAT dapat menimbulkan berbagai efek samping. Efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin adalah gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam dan gatal, serta demam.

Kriteria rujukan

  1. Tidak ada perbaikan klinis dalam 2 bulan pengobatan.

  2. Terjadi efek samping obat yang berat.

  3. Putus obat yaitu bila berhenti menjalani pengobatan selama >2 minggu.

Peralatan

  1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.

  2. Mantoux test (uji tuberkulin).

  3. Radiologi.

Referensi

Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis tuberkulosis pada anak. Rahajoe NN, Supriyatno DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi I. Jakarta: IDAI;2011.p.170-87.

Last updated