Askariasis
No. ICPC-2 : D96 Worms/ other parasites No. ICD-10 : B77.9 Ascariaris unspecified Kompetensi : 4A
Masalah Kesehatan
Askariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit Ascaris lumbricoides. Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya antara 60-90%. Diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides.
Subjective
Keluhan
Nafsu makan menurun, perut membuncit, lemah, pucat, berat badan menurun, mual, muntah.
Gejala klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan migrasi larva.
Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat larva berada diparu. Pada orang yang rentan, terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam, dan eosinofilia. Pada foto thoraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindroma Loeffler.
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan, dan sangat tergantung dari banyaknya cacing yang menginfeksi di usus. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare, atau konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorpsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Gejala klinis yang paling menonjol adalah rasa tidak enak di perut, kolik akut pada daerah epigastrium, gangguan selera makan, mencret. Ini biasanya terjadi pada saat proses peradangan pada dinding usus. Pada anak kejadian ini bisa diikuti demam. Komplikasi yang ditakuti (berbahaya) adalah bila cacing dewasa menjalar ketempat lain (migrasi) dan menimbulkan gejala akut. Pada keadaan infeksi yang berat, paling ditakuti bila terjadi muntah cacing, yang akan dapat menimbulkan komplikasi penyumbatan saluran nafas oleh cacing dewasa. Pada keadaan lain dapat terjadi ileus oleh karena sumbatan pada usus oleh massa cacing, ataupun apendisitis sebagai akibat masuknya cacing ke dalam lumen apendiks. Bisa dijumpai penyumbatan ampulla Vateri ataupun saluran empedu dan terkadang masuk ke jaringan hati.
Gejala lain adalah sewaktu masa inkubasi dan pada saat cacing menjadi dewasa di dalam usus halus, yang mana hasil metabolisme cacing dapat menimbulkan fenomena sensitisasi seperti urtikaria, asma bronkhial, konjungtivitis akut, fotofobia dan terkadang hematuria. Eosinofilia 10% atau lebih sering pada infeksi dengan Ascaris lumbricoides, tetapi hal ini tidak menggambarkan beratnya penyakit, tetapi lebih banyak menggambarkan proses sensitisasi dan eosinofilia ini tidak patognomonis untuk infeksi Ascaris lumbricoides.
Faktor risiko
Kebiasaan tidak mencuci tangan.
Kurangnya penggunaan jamban.
Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk.
Kebiasaan tidak menutup makanan sehingga dihinggapi lalat yang membawa telur cacing
Objective
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan generalis tubuh: konjungtiva anemis, terdapat tanda-tanda malnutrisi, nyeri abdomen jika terjadi obstruksi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit ini adalah dengan melakukan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis Askariasis.
Assessment
Diagnosis klinis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditemukannya larva atau cacing dalam tinja.
Diagnosis banding
Jenis kecacingan lainnya.
Komplikasi
Anemia defisiensi besi.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:
Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Menutup makanan
Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
Kondisi rumah dan lingkungan dijaga agar tetap bersih dan tidak lembab.
Farmakologis
Pirantel pamoat 10 mg/kg BB/hari, dosis tunggal, atau
Mebendazol, dosis 100 mg, dua kali sehari, diberikan selama tiga hari berturut-turut, atau
Albendazol, pada anak di atas 2 tahun dapat diberikan 2 tablet (400 mg) atau 20ml suspensi, dosis tunggal. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal pada masyarakat. Syarat untuk pengobatan massal antara lain:
Obat mudah diterima di masyarakat
Aturan pemakaian sederhana
Mempunyai efek samping yang minimal
Bersifat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
Harga mudah dijangkau
Konseling dan edukasi
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara lain:
Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga. Sehingga kotoran manusia tidak menimbulkan pencemaran pada tanah disekitar lingkungan tempat tinggal kita.
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.
Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja manusia.
Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola limbah/sampah.
Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktifitas dengan menggunakan sabun dan air mengalir.
Kondisi rumah dan lingkungan dijaga agar tetap bersih dan tidak lembab.
Peralatan
Peralatan laboratorium mikroskopik sederhana untuk pemeriksaan spesimen tinja.
Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah bonam, karena jarang menimbulkan kondisi yang berat secara klinis.
Referensi
Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (Gandahusada, 2000)
Written for World Water Day. 2001. Reviewed by staff and experts from the cluster on Communicable Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit (WSH), World Health Organization (WHO).
Last updated